Rabu Abu dalam Ibadah Keluarga

Setelah disosialisasikan Majelis Sinode XXI mengenai Rabu Abu pada 24/02/2022, GPIB secara resmi mulai  melaksanakan Rabu Abu dalam Ibadah Keluarga pada 2/03/2022.

GPIB Effatha Guntung Payung turut melaksanakan Rabu abu ini dengan khusuk. Jemaat yang hadir dalam rabu abu kali ini hanya perwakilan Pelkat dan Majelis mengingat kondisi Pandemi Covid 19 Varian Omicron masih tinggi.

Ibadah Keluarga-Rabu Abu ini juga ditayangkan secara langsung melalui livestreaming akun Youtube GPIB Effatha Guntung Payung

Dipimpin Pdt Josep Bates Raku, jemaat diberikan tanda salib di kening jemaat dengan abu dari daun Palam dalam prosesi pemberian abu.

Rabu Abu merupakan tradisi orang Yahudi yang dilaksanakan untuk berpantang dan berpuasa. Pada hari Rabu Abu diadakan ibadah penerimaan Abu. Ibadah ini diikuti oleh semua anggota keluarga, baik yang sudah dibaptis maupun yang belum dibaptis, dapat menerima abu.

Abu memiliki makna kesengsaraan, malu, kerendahan diri di hadapan Allah (Kej. 18:27), perasaan sedih karena berdosa. Oleh sebab itu, abu memberikan gambaran kelabu, suram, dan gambaran kelemahan sekaligus dosa manusia. Di pihak lain, abu dipilih untuk menandai permulaan masa Prapaskah sebagai hari-hari untuk matiraga dan bertobat.

Abu yang dioleskan didahi atau ditaburkan di kepala, menunjukkan bahwa kepala mewakili seluruh kehendak kita untuk bertobat. Sebab, kepala adalah tempat pikiran, bagian terpenting dari badan kita. Abu menjadi tanda pertobatan.

Bertobat merupakan sikap hati, maka nasihat nabi Yoel adalah “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, Panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (Yl. 2:13).

Pengolesan abu di dahi mempunyai alasan yang sama dengan penaburan abu di kepala. Bahkan dahi merupakan bagian yang paling tampak, orang mau tidak mau melihat bagian muka ini.

Orang lain yang melihat turut menjadisaksi atas pertobatan seseorang. Kita semua pada dasarnya saling membantu dalam hal pertobatan ini.

Dalam tradisi Calvin, kepala atau dahi, dirujuk untuk mendukung pelaksanaan ibadah Rabu Abu. Sebab, Calvin tidak secara langsung berbicara mengenai kepala atau dahi, melainkan berbicara tentang akal atau rasio yang tempatnya di kepala. Bagi Calvin, akal adalah anugerah, maka akal jugasarana cinta Ilahi yang hidup dalam semua manusia dan memberi daya dorong untuk menyatu dengan sang ilahi, yakni mengalami pertobatan dan hidup baru, termasuk dalam tindakan nyata.
Selanjutnya, Abu yang dipakai dalam ibadah Rabu Abu tidak dapat dipisahkan dari Minggu Palma sebagai peringatan ketika Yesus diarak masuk ke kota Yerusalem sebagai Raja dan Penebus.
Dilaksanakan seminggu sebelum Minggu Paskah. Minggu Palma menjadi kenangan akan  permulaan kisah sengsara Yesus. 
Daun Palma biasanya dipasang di belakang salib pada dinding. Pada hari Rabu Abu, daun Palma –yang telah setahun lalu dipakai dan kini sudah mengering—akan dibakar dan abunya dipakai untuk mengolesi dahi kita. 
Warna liturgi pada hari Rabu Abu adalah ungu yang melambangkan tobat, keprihatinan, dan matiraga. Pertobatan merupakan langkah penting menuju pembaruan hidup rohani.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x  Powerful Protection for WordPress, from Shield Security
This Site Is Protected By
Shield Security